Archive for Mei 2015
Kala Kenangan & Keluhan Mengawang di Kepala
Kau tak akan pernah mengerti & tahu apa yang tersimpan didalam tempurung kepala setiap orang. Bahkan isi kepala orang yang paling dekat denganmu. Mungkin saja saat ini dia tak ubahnya kasur & kau adalah spray-nya. Tapi mungkin juga kelak ia menikammu tepat di rusuk kirimu. Menancapkan pisau ke bilik jantungmu agar kau cepat mati & hidup di kegelapan kubur.
Mungkin saja hal itu terjadi. Tak ada seorang pun dukun yang tahu bagaimana nasib kedepan.
Adakalanya kau merindukan suara seseorang yang jauh dari pandangmu, mengagumi senyum manisnya yang hanya bisa kau lihat di foto saja, menyayanginya dengan segala kekurangannya. Tapi percayalah, kebahagiaan sangat mudah berganti jadi kesengsaraaan, kepedihan, bahkan kebencian hanya karena perasaan yang susah untuk dimengerti oleh akal rasional.
Perasaan dapat menumpulkan akal, akal dapat memanipulasi perasaan.
Ada saat di suatu malam kau berbaring di kasur empukmu, memeluk guling, berselimut hangat sambil membayangkan bagaimana jika kelak harapanmu terwujud. Hidup bahagia dengan istri yang manis wajah, seolah tak bosan-bosannya untuk dilihat, memiliki pekerjaan mapan dengan harta yang banyak. Indah sekali kelihatannya.
Tapi ini dunia, sebuah garis linear 180 derajat dengan jarum pendulum yang sangat mudah sekali berputar. Jarum itu tak hanya berputar, tetapi ia juga mengangkut nasib setiap makhluk bernyawa, termasuk manusia. Jika kau sedang berjaya di sudut 90, mungkin esok kau akan mendapati jasadmu persis di sudut 180. Membujur kaku, terbaring bersama impian fatamorgana.
Sering aku melihat sepasang kekasih yang dimabuk cinta berjalan bergandengan tangan. Dimana-mana. Entah di mall, pasar, kantin, bahkan kampus pusat keilmuan ini pun dipenuhi dengan manusia yang sedang tumpul akalnya. Dunia hanya milik mereka berdua. Berdua saja.
Aku hanya batu yang hanya mengamati, diam dalam diamnya.
Mereka, para pasangan durjana itu, tak pernah tahu bagaimana kisah mereka di Lauhul Mahfudz. Andai mereka tahu, pasti salah satu atau keduanya akan menyesali perkenalan mereka. Sesal tiada tara. Kebahagiaan yang diharapkan hanyalah semu, tak ubahnya citra aspal di siang terik.
Retorika, topeng tebal penutup wajah. Aku tertipu. Semudah itukah aku tertipu? atau jangan-jangan itu bukan topeng, tapi muka serigala berbulu domba. Mengerikan sekali, perubahan genetik macam apa yang bisa mengubah domba jadi serigala, hah? Radiasi senyawa nuklir tak akan bisa mengubah hal seekstrim itu.
Atau jangan-jangan radiasi itu bekerja, & mengubah tiap inci hatimu menjadi batu, hah?
Kau hanya diam, tak akan pernah membuka mulut. Sekali keras hatimu seperti batu, selamanya akan tetap membatu.
Lelah aku hidup di dunia ini. Aku berharap, tapi aku mendapat kekecewaan. Aku berusaha, tapi yang kudapat hanya sia-sia. Aku meminta, tapi tak dihiraukan. Aku menangis, tapi dituduh hanya mengeluarkan air mata buaya. Aku ingin mencari dunia yang lain, dimana semua hal yang ku dapat di dunia saat ini menjadi invers di dunia sana.
Ketika keinginan, mimpi, serta tujuan tak berakhir di basahnya bantal karena tangisan bocah. Ketika kerasnya kehidupan yang tak sesuai nurani terganti dengan ketenangan alam, kicauan burung, derik jangkrik, serta segarnya udara.
Ah, sakit gigiku, telah goyang lama geraham kiri ini. Hendak aku cabut kuat-kuat, biar hilang rasa ngilu di gusi. Tak apalah darah bercucuran barang sejam atau 2 jam, asalkan geraham yang mengganggu ujung lidahku ini bisa hilang agar tenang hidupku.
Ku lihat geraham kiri di cermin, hanya 1 tunggul kecil yang berhenti pertumbuhannya. Menguning, membolong, hitam tergerus asam serta manisnya makanan yang ku kunyah 18 tahun terakhir ini. Segala jasa baiknya berbalik jadi nyilu tiada tara. jika aku masih mengharap geraham ini mengunyah & membuatku tak tega mencabutnya, betapa ruginya aku. Boro-boro makan, ngomong pun tak enak kalau lidah tergerus erosi geraham ini.
Oh dokter gigi, sudilah kiranya engkau menghajar gigi rusak ini. Aku sudah tak tahan lagi.
Mungkin saja hal itu terjadi. Tak ada seorang pun dukun yang tahu bagaimana nasib kedepan.
Adakalanya kau merindukan suara seseorang yang jauh dari pandangmu, mengagumi senyum manisnya yang hanya bisa kau lihat di foto saja, menyayanginya dengan segala kekurangannya. Tapi percayalah, kebahagiaan sangat mudah berganti jadi kesengsaraaan, kepedihan, bahkan kebencian hanya karena perasaan yang susah untuk dimengerti oleh akal rasional.
Perasaan dapat menumpulkan akal, akal dapat memanipulasi perasaan.
Ada saat di suatu malam kau berbaring di kasur empukmu, memeluk guling, berselimut hangat sambil membayangkan bagaimana jika kelak harapanmu terwujud. Hidup bahagia dengan istri yang manis wajah, seolah tak bosan-bosannya untuk dilihat, memiliki pekerjaan mapan dengan harta yang banyak. Indah sekali kelihatannya.
Tapi ini dunia, sebuah garis linear 180 derajat dengan jarum pendulum yang sangat mudah sekali berputar. Jarum itu tak hanya berputar, tetapi ia juga mengangkut nasib setiap makhluk bernyawa, termasuk manusia. Jika kau sedang berjaya di sudut 90, mungkin esok kau akan mendapati jasadmu persis di sudut 180. Membujur kaku, terbaring bersama impian fatamorgana.
Sering aku melihat sepasang kekasih yang dimabuk cinta berjalan bergandengan tangan. Dimana-mana. Entah di mall, pasar, kantin, bahkan kampus pusat keilmuan ini pun dipenuhi dengan manusia yang sedang tumpul akalnya. Dunia hanya milik mereka berdua. Berdua saja.
Aku hanya batu yang hanya mengamati, diam dalam diamnya.
Mereka, para pasangan durjana itu, tak pernah tahu bagaimana kisah mereka di Lauhul Mahfudz. Andai mereka tahu, pasti salah satu atau keduanya akan menyesali perkenalan mereka. Sesal tiada tara. Kebahagiaan yang diharapkan hanyalah semu, tak ubahnya citra aspal di siang terik.
Retorika, topeng tebal penutup wajah. Aku tertipu. Semudah itukah aku tertipu? atau jangan-jangan itu bukan topeng, tapi muka serigala berbulu domba. Mengerikan sekali, perubahan genetik macam apa yang bisa mengubah domba jadi serigala, hah? Radiasi senyawa nuklir tak akan bisa mengubah hal seekstrim itu.
Atau jangan-jangan radiasi itu bekerja, & mengubah tiap inci hatimu menjadi batu, hah?
Kau hanya diam, tak akan pernah membuka mulut. Sekali keras hatimu seperti batu, selamanya akan tetap membatu.
Lelah aku hidup di dunia ini. Aku berharap, tapi aku mendapat kekecewaan. Aku berusaha, tapi yang kudapat hanya sia-sia. Aku meminta, tapi tak dihiraukan. Aku menangis, tapi dituduh hanya mengeluarkan air mata buaya. Aku ingin mencari dunia yang lain, dimana semua hal yang ku dapat di dunia saat ini menjadi invers di dunia sana.
Ketika keinginan, mimpi, serta tujuan tak berakhir di basahnya bantal karena tangisan bocah. Ketika kerasnya kehidupan yang tak sesuai nurani terganti dengan ketenangan alam, kicauan burung, derik jangkrik, serta segarnya udara.
Ah, sakit gigiku, telah goyang lama geraham kiri ini. Hendak aku cabut kuat-kuat, biar hilang rasa ngilu di gusi. Tak apalah darah bercucuran barang sejam atau 2 jam, asalkan geraham yang mengganggu ujung lidahku ini bisa hilang agar tenang hidupku.
Ku lihat geraham kiri di cermin, hanya 1 tunggul kecil yang berhenti pertumbuhannya. Menguning, membolong, hitam tergerus asam serta manisnya makanan yang ku kunyah 18 tahun terakhir ini. Segala jasa baiknya berbalik jadi nyilu tiada tara. jika aku masih mengharap geraham ini mengunyah & membuatku tak tega mencabutnya, betapa ruginya aku. Boro-boro makan, ngomong pun tak enak kalau lidah tergerus erosi geraham ini.
Oh dokter gigi, sudilah kiranya engkau menghajar gigi rusak ini. Aku sudah tak tahan lagi.
Sabtu, 23 Mei 2015