Archive for Juni 2015

Munafik

Sekian lama aku malas menulis blog, karena tak suka dengan desain blogger. Lebih tepatnya malas, malas menulis, padahal ide ada di kepala. Kesulitan menulis bukanlah saat menulis, tapi saat membangun kemauan untuk menulis. Setelah ada kemauan, kemudahan pasti muncul dengan sendirinya. Mulai dari ide yang datang tiba-tiba, media menulis yang banyak, alur cerita bervariasi  yang terbangun seperti Candi Prambanan, secepat satu malam, sampai hal-hal non-teknis lain yang terbantu karena adanya kemauan.

Kali ini aku hendak memberitahu kepadamu tentang kemunafikan, salah satu sifat tercela yang marak terjadi di kehidupan sosial manusia.

Kemunafikan berasal dari kata dasar munafik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
munafik/mu·na·fik/ a berpura-pura percaya atau setia dsb kpd agama dsb, tetapi sebenarnya dl hatinya tidak; suka (selalu) mengatakan sesuatu yg tidak sesuai dng perbuatannya; bermuka dua: ia tidak pernah berpura-pura, selalu jujur dan tidak --;
Kita bahas perkalimat.
Berpura-pura percaya atau setia dsb kpd agama dsb, tetapi sebenarnya dl hatinya tidak. Berpura-pura, tindakan dimana seseorang menyembunyikan kebenaran dirinya, memalsukan isi hati kecilnya agar tampak berpihak pada orang lain/golongan lain demi kepentingan dirinya sendiri. Kebanyakan tindakan manusia didasari atas suatu tujuan yang menguntungkan dirinya sendiri, entah itu ikut menguntungkan atau malah merugikan orang lain. Ambisi yang tiada habis karena dilandasi oleh keinginan/nafsu. Tak hanya dalam hal beragama, tapi dalam segala aspek kehidupan.

suka (selalu) mengatakan sesuatu yg tidak sesuai dng perbuatannya.
Dalam moral, kita diharapkan memiliki perbuatan & perkataan yang saling bersinergi satu sama lain. Apa yang pernah keluar dari lisan ikut tercermin dari perbuatannya. selaras, berbanding lurus. Inilah ciri kejujuran.

Akan tetapi ada kalanya kita melihat segelintir orang yang berbanding balik perkataan & perbuatannya. Berkata A, tapi bertindak Z. Menyuruh anak untuk tidak berbohong tapi meminta anak berbohong saat ada tamu datang ke rumah. Menyuruh orang tidak korupsi tapi dia sendiri korupsi. Meminta orang berbuat baik kepada dia, tapi ia enggan berbuat baik kepada orang lain. Malah cenderung jahat.

Dari peristiwa-peristiwa diatas, kemunafikan adalah salah satu perbuatan tercela yang diiringi dengan perbuatan buruk yang lain, seperti egois, aniaya, dsb. Sekali lagi, munafik adalah alat bagi seseorang untuk mengarahkan diri menuju keuntungan bagi dirinya sendiri.  Keuntungan semu tentunya.

Sebenarnya suatu hal yang lumrah apabila seseorang menginginkan keuntungan. Entah itu berupa kedudukan, harta, kebebasan, kebahagiaan, atau apalah itu. Apalagi sebagai makhluk sosial, kita memerlukan hubungan/relasi dengan manusia lain untuk mendapatkan hal yang kita inginkan.

Akan tetapi, hal tersebut menjadi tidak lumrah, menjadi tercela, jika tindakan kita justru tak sesuai dengan perjanjian/kesepakatan yang kita ucapkan kepada orang lain. Karena tindakan tersebut dikhawatirkan akan membahayakan kepentingan orang lain. Seandaipun tak membahayakan orang lain, kemunafikan akan membahayakan diri pelaku sendiri. Baik di dunia berupa hilangnya kepercayaan orang lain, dikucilkan/dijauhkan teman, maupun di akhirat (masuk neraka. Sebagai seorang muslim, aku meyakini adanya perhitungan dosa & pahala di hari akhir kelak yang akan menentukan posisiku apakah di surga atau neraka.)

Menurutku, kemunafikan hendaklah dijauhi sejauh-jauhnya, baik karena alasan utilitas (efek yang ditimbulkan kelak) maupun deontologi (dilarang sejak awal, apapun efeknya kelak). Mari kita hiasi diri, atau mulai memperbaiki diri dengan nilai-nilai luhur kejujuran. Meskipun pahit, setidaknya kita sudah berpendirian untuk mengatakan & berpihak pada nilai kebenaran, bukan hanya berpihak pada keuntungan diri semata. Ingat, ada hak orang lain atas hak kita. Mari kita hormati tanpa merusak kepercayaan mereka.
Selasa, 23 Juni 2015

- Copyright © Faturrachman's Blog -Metrominimalist- Powered by Blogger - Kreasi oleh Faturrachman -