Archive for Februari 2015
Andai Aku Bisa
Chrisye - Andai Aku Bisa
https://www.youtube.com/watch?v=uahsU4-i3o4
Memang hidupku penuh kelemahan. Segala harapan yang direncanakan mudah saja untuk berantakan tanpa ku sangka.
Tapi sudahlah, aku hanya bisa mengkhayal apa yang ingin aku capai. Kalau pun sudah aku lalukan & berakhir sia-sia, memang itu yang pantas aku terima.
Selasa, 10 Februari 2015
Bandung - Jatinangor
Pergi ke bandung merupakan salah satu aktivitas refreshing yang bagiku sangat menyenangkan. Meski sudah berkali-kali kesana & hanya hafal beberapa tempat saja, terutama DU, aku selalu menganggap bandung adalah tempat yang paling pas melupakan kesibukan rutinitas sejenak.
Biasanya pas hari sabtu, aku berjalan ke halte damri dekat gerlam untuk menunggu mobil damri.
You dont say.
Kalau sedang nasib, bus sudah ada waktu sampai di halte. Jadi kita tinggal menunggu pintu bis terbuka & naik ke dalam.
Kalau sedang naas, 1 jam bahkan lebih akan terbuang sia-sia untuk menunggu mobil keluaran 90an ini.
Sebenarnya ada beberapa opsi bagi masyarakat di jatinangor untuk bepergian ke Bandung bila tidak punya kendaraan pribadi.
Pilihan pertama, kita bisa naik arnes. Arnes ini sejenis minibus berwarna biru motif orange yang bermarkas di Balubur Town Square alias baltos dekat tamansari Bandung. Jadi jika pergi ke bandung naik arnes, dapat dipastikan kita turun di Baltos.
Jika mau naik Arnes, siapkan kocek 20 ribu.
Pilihan kedua, kita bisa naik Geulis. Serupa dengan Arnes, akan tetapi Geulis bermarkas di jalan Dipati Ukur.
Orang Bangka yang kuliah di Bandung biasanya ngekos disana.
Pilihan ketiga & paling hemat, naik damri.
Ada dua rute damri dari nangor ke bandung. Bisa ke dipati ukur, atau bisa pulang ke elang. Keduanya lewat tol Moh. Toha. Biaya yang mereka patok pun tergolong murah, cuma 7 ribu saja. Bandingkan dengan minibus, tentunya damri lebih diidolakan, meski fasilitas bus tidak mewah. Hehe..
Tapi kekurangan damri & geulis dibanding arnes adalah mereka memiliki batas waktu operasi, cuma sampai magrib. Kadang malah jam 5. Menyedihkan sekali.
Sementara Arnes kelihatannya beroperasi 24 jam dengan kedatangan armada setiap 1/2 jam. Manajemen waktu yang luar biasa.
Sebenarnya masih ada pilihan ke-4, yakni naik angkot. Tapi bagi pendatang baru yang hendak ke bandung dari nangor, disarankan jangan naik angkot. Karena kita belum hafal trayek angkot juga daerah di Bandung.
Tapi jika kalian nekad & punya uang yang cukup, tak ada salahnya untuk mencoba.
Nah, jika kalian kebetulan tersesat di nangor, sebaiknya kalian mencoba salah satu dari 4 pilihan angkutan tadi. Tentunya semua mengasyikkan. :D
Biasanya pas hari sabtu, aku berjalan ke halte damri dekat gerlam untuk menunggu mobil damri.
You dont say.
Kalau sedang nasib, bus sudah ada waktu sampai di halte. Jadi kita tinggal menunggu pintu bis terbuka & naik ke dalam.
Kalau sedang naas, 1 jam bahkan lebih akan terbuang sia-sia untuk menunggu mobil keluaran 90an ini.
Sebenarnya ada beberapa opsi bagi masyarakat di jatinangor untuk bepergian ke Bandung bila tidak punya kendaraan pribadi.
Pilihan pertama, kita bisa naik arnes. Arnes ini sejenis minibus berwarna biru motif orange yang bermarkas di Balubur Town Square alias baltos dekat tamansari Bandung. Jadi jika pergi ke bandung naik arnes, dapat dipastikan kita turun di Baltos.
Jika mau naik Arnes, siapkan kocek 20 ribu.
Pilihan kedua, kita bisa naik Geulis. Serupa dengan Arnes, akan tetapi Geulis bermarkas di jalan Dipati Ukur.
Orang Bangka yang kuliah di Bandung biasanya ngekos disana.
Pilihan ketiga & paling hemat, naik damri.
Ada dua rute damri dari nangor ke bandung. Bisa ke dipati ukur, atau bisa pulang ke elang. Keduanya lewat tol Moh. Toha. Biaya yang mereka patok pun tergolong murah, cuma 7 ribu saja. Bandingkan dengan minibus, tentunya damri lebih diidolakan, meski fasilitas bus tidak mewah. Hehe..
Tapi kekurangan damri & geulis dibanding arnes adalah mereka memiliki batas waktu operasi, cuma sampai magrib. Kadang malah jam 5. Menyedihkan sekali.
Sementara Arnes kelihatannya beroperasi 24 jam dengan kedatangan armada setiap 1/2 jam. Manajemen waktu yang luar biasa.
Sebenarnya masih ada pilihan ke-4, yakni naik angkot. Tapi bagi pendatang baru yang hendak ke bandung dari nangor, disarankan jangan naik angkot. Karena kita belum hafal trayek angkot juga daerah di Bandung.
Tapi jika kalian nekad & punya uang yang cukup, tak ada salahnya untuk mencoba.
Nah, jika kalian kebetulan tersesat di nangor, sebaiknya kalian mencoba salah satu dari 4 pilihan angkutan tadi. Tentunya semua mengasyikkan. :D
Selasa, 03 Februari 2015
Hilang Dompet
Hari ini salah satu hari paling apes yang pernah aku alami.
Siang tadi aku terburu-buru berjalan ke tukang fotokopi, buat ngprint artikel tentang Dysfunctional Uterine Bleeding (DUB). Harap maklum, jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Sementara masuk kuliah jam 1 & aku belum makan. Oleh karena itu lah aku mensegerakan langkah kaki kesana.
Dengan membawa tas satu-satunya milikku, yang mereknya polo & dipenuhi kertas-kertas skills juga jas lab kumuh, aku sampai di tempat fotokopi, tepat di dekat simpang tiga gerlam. Ku keluarkan harddisk eksternal & mulai mencetak artikel dalam bentuk pdf yang ku download semalam.
20 menit berlalu, akhirnya selesai juga proses percetakan. Tinggalku bayar saja. Keluarkan dompet dan langsung membayar print-an ke si teteh. Total 13 ribu rupiah.
Tak butuh waktu lama, aku langsung menyebrang jalan dan bergegas ke kampus untuk memberikan hasil cetakan artikel ke teman-teman tutor.
Sampai di kelas, aku terkejut. Kok dompetku gak ada ya?! Aku panik. Semua berkas yang penting-penting semacam KTP, ATM, SIM, serta duit 150 ribu melayang entah kemana.
Ku bongkar tas, keluarkan semua isi, tetap tak ada kulihat batang hidung dompet kesayanganku. Terpaksa aku berlari ke satpam gerlam di sisa waktu beberapa menit sebelum kelas tutorial dimulai.
Keringatku keluar sebesar biji jagung & bau badanku juga mirip sekali dengan bau kuli bangunan di siang bolong. Sedap sekali.
3 menit ke gerlam, akhirnya sampai juga di pos satpam. Kebetulan satpamnya lagi nongkrong ngerokok di pintu pos. Langsung saja aku melaporkan kehilangan dompet ke beliau.
A : aku S : Satpam
A : "Pak, dompet saya hilang pak,"
S : "Waduh dek, hilangnya dimana atuh?"
A : "Kalau prediksi saya dekat sini pak, soalnya waktu itu saya pulang dari tempat fotokopi sono."
S : "Waduh dek, coba kamu cek dulu ke fotokopinya, siapa tau dompet kamu ketinggalan disana."
Rasional juga saran pak satpam. Aku lantas berlari ke fotokopi & kalian tahu apa yang aku temukan?
Nothing.
Teteh fotokopi beserta suaminya cuma bisa geleng-geleng kepala saat kutanya keberadaan dompetku. Kata mereka, gak ada dompet hitam coklat dekat sini. Semoga merek a tidak berbohong, aku cuma bisa ber-husnudzon saja.
Balik ke pos satpam, aku lapor (lagi) ke pak satpam. Beliau menyarankanku untuk melapor ke pos satpam pusat dekat asrama bidik misi. Ku bilang aku gak punya motor. Untunglah si bapak adalah seorang yang berbudi luhur berjiwa ksatria hingga dengan ketulusan hatinya mau mengantarkanku kesana.
Dengan mengendarai motor beat, kami berdua melaju sambil membahas rawannya kehilangan barang di kampus ini.
Sampai di pos satpam pusat, aku langsung disodori kertas formulir yang di header nya bertuliskan "laporan kehilangan". Aku isi formulir itu dengan senang hati, berharap dompet bisa kembali dengan pengisian formulir.
Ternyata tugasku tak hanya mengisi formulir kehilangan barang, akan tetapi juga membawa formulir tersebut ke polsek nangor untuk digantikan dengan surat kehilangan resmi dari kepolisian.
Pulang dari pos satpam pusat, aku ikut kelas tutorial, dengan lemas tentunya.
Pukul 16.00, aku pinjam motor temanku, faisal, untuk menuju ke polsek. Isi bensin motornya bentar di spbu lalu ngebut ke polsek depan jatos.
Disana, aku cuma melihat pakpol memindahkan data dari formulir satpam ke formulirnya di komputer.
5 menit, formulir pakpol sudah diprint & siap dipakai sebagai bukti kehilangan.
Itulah pertama kalinya aku berurusan dengan satpam & polisi tanpa didampingi ortu. Memang tipis perbedaan antara sedih dan bangga.
Siang tadi aku terburu-buru berjalan ke tukang fotokopi, buat ngprint artikel tentang Dysfunctional Uterine Bleeding (DUB). Harap maklum, jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Sementara masuk kuliah jam 1 & aku belum makan. Oleh karena itu lah aku mensegerakan langkah kaki kesana.
Dengan membawa tas satu-satunya milikku, yang mereknya polo & dipenuhi kertas-kertas skills juga jas lab kumuh, aku sampai di tempat fotokopi, tepat di dekat simpang tiga gerlam. Ku keluarkan harddisk eksternal & mulai mencetak artikel dalam bentuk pdf yang ku download semalam.
20 menit berlalu, akhirnya selesai juga proses percetakan. Tinggalku bayar saja. Keluarkan dompet dan langsung membayar print-an ke si teteh. Total 13 ribu rupiah.
Tak butuh waktu lama, aku langsung menyebrang jalan dan bergegas ke kampus untuk memberikan hasil cetakan artikel ke teman-teman tutor.
Sampai di kelas, aku terkejut. Kok dompetku gak ada ya?! Aku panik. Semua berkas yang penting-penting semacam KTP, ATM, SIM, serta duit 150 ribu melayang entah kemana.
Ku bongkar tas, keluarkan semua isi, tetap tak ada kulihat batang hidung dompet kesayanganku. Terpaksa aku berlari ke satpam gerlam di sisa waktu beberapa menit sebelum kelas tutorial dimulai.
Keringatku keluar sebesar biji jagung & bau badanku juga mirip sekali dengan bau kuli bangunan di siang bolong. Sedap sekali.
3 menit ke gerlam, akhirnya sampai juga di pos satpam. Kebetulan satpamnya lagi nongkrong ngerokok di pintu pos. Langsung saja aku melaporkan kehilangan dompet ke beliau.
A : aku S : Satpam
A : "Pak, dompet saya hilang pak,"
S : "Waduh dek, hilangnya dimana atuh?"
A : "Kalau prediksi saya dekat sini pak, soalnya waktu itu saya pulang dari tempat fotokopi sono."
S : "Waduh dek, coba kamu cek dulu ke fotokopinya, siapa tau dompet kamu ketinggalan disana."
Rasional juga saran pak satpam. Aku lantas berlari ke fotokopi & kalian tahu apa yang aku temukan?
Nothing.
Teteh fotokopi beserta suaminya cuma bisa geleng-geleng kepala saat kutanya keberadaan dompetku. Kata mereka, gak ada dompet hitam coklat dekat sini. Semoga merek a tidak berbohong, aku cuma bisa ber-husnudzon saja.
Balik ke pos satpam, aku lapor (lagi) ke pak satpam. Beliau menyarankanku untuk melapor ke pos satpam pusat dekat asrama bidik misi. Ku bilang aku gak punya motor. Untunglah si bapak adalah seorang yang berbudi luhur berjiwa ksatria hingga dengan ketulusan hatinya mau mengantarkanku kesana.
Dengan mengendarai motor beat, kami berdua melaju sambil membahas rawannya kehilangan barang di kampus ini.
Sampai di pos satpam pusat, aku langsung disodori kertas formulir yang di header nya bertuliskan "laporan kehilangan". Aku isi formulir itu dengan senang hati, berharap dompet bisa kembali dengan pengisian formulir.
Ternyata tugasku tak hanya mengisi formulir kehilangan barang, akan tetapi juga membawa formulir tersebut ke polsek nangor untuk digantikan dengan surat kehilangan resmi dari kepolisian.
Pulang dari pos satpam pusat, aku ikut kelas tutorial, dengan lemas tentunya.
Pukul 16.00, aku pinjam motor temanku, faisal, untuk menuju ke polsek. Isi bensin motornya bentar di spbu lalu ngebut ke polsek depan jatos.
Disana, aku cuma melihat pakpol memindahkan data dari formulir satpam ke formulirnya di komputer.
5 menit, formulir pakpol sudah diprint & siap dipakai sebagai bukti kehilangan.
Itulah pertama kalinya aku berurusan dengan satpam & polisi tanpa didampingi ortu. Memang tipis perbedaan antara sedih dan bangga.
Senin, 02 Februari 2015