- Back to Home »
- Hilang Dompet
Senin, 02 Februari 2015
Hari ini salah satu hari paling apes yang pernah aku alami.
Siang tadi aku terburu-buru berjalan ke tukang fotokopi, buat ngprint artikel tentang Dysfunctional Uterine Bleeding (DUB). Harap maklum, jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Sementara masuk kuliah jam 1 & aku belum makan. Oleh karena itu lah aku mensegerakan langkah kaki kesana.
Dengan membawa tas satu-satunya milikku, yang mereknya polo & dipenuhi kertas-kertas skills juga jas lab kumuh, aku sampai di tempat fotokopi, tepat di dekat simpang tiga gerlam. Ku keluarkan harddisk eksternal & mulai mencetak artikel dalam bentuk pdf yang ku download semalam.
20 menit berlalu, akhirnya selesai juga proses percetakan. Tinggalku bayar saja. Keluarkan dompet dan langsung membayar print-an ke si teteh. Total 13 ribu rupiah.
Tak butuh waktu lama, aku langsung menyebrang jalan dan bergegas ke kampus untuk memberikan hasil cetakan artikel ke teman-teman tutor.
Sampai di kelas, aku terkejut. Kok dompetku gak ada ya?! Aku panik. Semua berkas yang penting-penting semacam KTP, ATM, SIM, serta duit 150 ribu melayang entah kemana.
Ku bongkar tas, keluarkan semua isi, tetap tak ada kulihat batang hidung dompet kesayanganku. Terpaksa aku berlari ke satpam gerlam di sisa waktu beberapa menit sebelum kelas tutorial dimulai.
Keringatku keluar sebesar biji jagung & bau badanku juga mirip sekali dengan bau kuli bangunan di siang bolong. Sedap sekali.
3 menit ke gerlam, akhirnya sampai juga di pos satpam. Kebetulan satpamnya lagi nongkrong ngerokok di pintu pos. Langsung saja aku melaporkan kehilangan dompet ke beliau.
A : aku S : Satpam
A : "Pak, dompet saya hilang pak,"
S : "Waduh dek, hilangnya dimana atuh?"
A : "Kalau prediksi saya dekat sini pak, soalnya waktu itu saya pulang dari tempat fotokopi sono."
S : "Waduh dek, coba kamu cek dulu ke fotokopinya, siapa tau dompet kamu ketinggalan disana."
Rasional juga saran pak satpam. Aku lantas berlari ke fotokopi & kalian tahu apa yang aku temukan?
Nothing.
Teteh fotokopi beserta suaminya cuma bisa geleng-geleng kepala saat kutanya keberadaan dompetku. Kata mereka, gak ada dompet hitam coklat dekat sini. Semoga merek a tidak berbohong, aku cuma bisa ber-husnudzon saja.
Balik ke pos satpam, aku lapor (lagi) ke pak satpam. Beliau menyarankanku untuk melapor ke pos satpam pusat dekat asrama bidik misi. Ku bilang aku gak punya motor. Untunglah si bapak adalah seorang yang berbudi luhur berjiwa ksatria hingga dengan ketulusan hatinya mau mengantarkanku kesana.
Dengan mengendarai motor beat, kami berdua melaju sambil membahas rawannya kehilangan barang di kampus ini.
Sampai di pos satpam pusat, aku langsung disodori kertas formulir yang di header nya bertuliskan "laporan kehilangan". Aku isi formulir itu dengan senang hati, berharap dompet bisa kembali dengan pengisian formulir.
Ternyata tugasku tak hanya mengisi formulir kehilangan barang, akan tetapi juga membawa formulir tersebut ke polsek nangor untuk digantikan dengan surat kehilangan resmi dari kepolisian.
Pulang dari pos satpam pusat, aku ikut kelas tutorial, dengan lemas tentunya.
Pukul 16.00, aku pinjam motor temanku, faisal, untuk menuju ke polsek. Isi bensin motornya bentar di spbu lalu ngebut ke polsek depan jatos.
Disana, aku cuma melihat pakpol memindahkan data dari formulir satpam ke formulirnya di komputer.
5 menit, formulir pakpol sudah diprint & siap dipakai sebagai bukti kehilangan.
Itulah pertama kalinya aku berurusan dengan satpam & polisi tanpa didampingi ortu. Memang tipis perbedaan antara sedih dan bangga.
Siang tadi aku terburu-buru berjalan ke tukang fotokopi, buat ngprint artikel tentang Dysfunctional Uterine Bleeding (DUB). Harap maklum, jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Sementara masuk kuliah jam 1 & aku belum makan. Oleh karena itu lah aku mensegerakan langkah kaki kesana.
Dengan membawa tas satu-satunya milikku, yang mereknya polo & dipenuhi kertas-kertas skills juga jas lab kumuh, aku sampai di tempat fotokopi, tepat di dekat simpang tiga gerlam. Ku keluarkan harddisk eksternal & mulai mencetak artikel dalam bentuk pdf yang ku download semalam.
20 menit berlalu, akhirnya selesai juga proses percetakan. Tinggalku bayar saja. Keluarkan dompet dan langsung membayar print-an ke si teteh. Total 13 ribu rupiah.
Tak butuh waktu lama, aku langsung menyebrang jalan dan bergegas ke kampus untuk memberikan hasil cetakan artikel ke teman-teman tutor.
Sampai di kelas, aku terkejut. Kok dompetku gak ada ya?! Aku panik. Semua berkas yang penting-penting semacam KTP, ATM, SIM, serta duit 150 ribu melayang entah kemana.
Ku bongkar tas, keluarkan semua isi, tetap tak ada kulihat batang hidung dompet kesayanganku. Terpaksa aku berlari ke satpam gerlam di sisa waktu beberapa menit sebelum kelas tutorial dimulai.
Keringatku keluar sebesar biji jagung & bau badanku juga mirip sekali dengan bau kuli bangunan di siang bolong. Sedap sekali.
3 menit ke gerlam, akhirnya sampai juga di pos satpam. Kebetulan satpamnya lagi nongkrong ngerokok di pintu pos. Langsung saja aku melaporkan kehilangan dompet ke beliau.
A : aku S : Satpam
A : "Pak, dompet saya hilang pak,"
S : "Waduh dek, hilangnya dimana atuh?"
A : "Kalau prediksi saya dekat sini pak, soalnya waktu itu saya pulang dari tempat fotokopi sono."
S : "Waduh dek, coba kamu cek dulu ke fotokopinya, siapa tau dompet kamu ketinggalan disana."
Rasional juga saran pak satpam. Aku lantas berlari ke fotokopi & kalian tahu apa yang aku temukan?
Nothing.
Teteh fotokopi beserta suaminya cuma bisa geleng-geleng kepala saat kutanya keberadaan dompetku. Kata mereka, gak ada dompet hitam coklat dekat sini. Semoga merek a tidak berbohong, aku cuma bisa ber-husnudzon saja.
Balik ke pos satpam, aku lapor (lagi) ke pak satpam. Beliau menyarankanku untuk melapor ke pos satpam pusat dekat asrama bidik misi. Ku bilang aku gak punya motor. Untunglah si bapak adalah seorang yang berbudi luhur berjiwa ksatria hingga dengan ketulusan hatinya mau mengantarkanku kesana.
Dengan mengendarai motor beat, kami berdua melaju sambil membahas rawannya kehilangan barang di kampus ini.
Sampai di pos satpam pusat, aku langsung disodori kertas formulir yang di header nya bertuliskan "laporan kehilangan". Aku isi formulir itu dengan senang hati, berharap dompet bisa kembali dengan pengisian formulir.
Ternyata tugasku tak hanya mengisi formulir kehilangan barang, akan tetapi juga membawa formulir tersebut ke polsek nangor untuk digantikan dengan surat kehilangan resmi dari kepolisian.
Pulang dari pos satpam pusat, aku ikut kelas tutorial, dengan lemas tentunya.
Pukul 16.00, aku pinjam motor temanku, faisal, untuk menuju ke polsek. Isi bensin motornya bentar di spbu lalu ngebut ke polsek depan jatos.
Disana, aku cuma melihat pakpol memindahkan data dari formulir satpam ke formulirnya di komputer.
5 menit, formulir pakpol sudah diprint & siap dipakai sebagai bukti kehilangan.
Itulah pertama kalinya aku berurusan dengan satpam & polisi tanpa didampingi ortu. Memang tipis perbedaan antara sedih dan bangga.