Archive for 2016

Raksasa

Salah satu temanku pernah menulis di blog pribadinya, "Ada raksasa dalam diri ini yang tidak bisa dibendung.". Setelah aku renungkan, memang benar apa yang ia katakan.

Raksasa dalam dirinyalah yang menggerakkan dia untuk rajin membaca berbagai macam buku, terutama buku kedokteran. Rela berpindah-pindah universitas, dari FMIPA UI, SITH ITB sampai FK Unpad, demi berkecimpung di ilmu medis. Selalu membawa tas yang berisi laptop yang penuh ebook yang sudah ia stabilo, sehingga ia bisa membuka laptop kapanpun ia mau. Mampu menatap layar laptop berjam-jam bahkan begadang hingga subuh adalah rutinitasnya, hanya berteman secangkir kopi & derik jangkrik, demi menghabiskan bacaan ebooknya & menuntaskan rasa penasarannya pada suatu materi.

Raksasa itu, ditambah rasa penasarannya yang besar, mampu menggerakkannya jadi pribadi yang penuh hikmah, ilmu, humanis. Ditambah sifat humorisnya, temanku ini benar-bear menginspirasi semua orang di angkatanku, termasuk aku tentunya.

Tapi kini raksasa itu telah damai di peristirahatan terakhirnya, terkubur bersama jasad temanku. Ia wafat di usia yang sangat muda, sebelum cita-citanya untuk menjadi dokter virologist tercapai.

Semoga tenang disana kawan, kesan darimu menyadarkanku bahwa raksasa ada di tiap diri manusia. Berkembang atau tidaknya raksasa itu kembali ke diri kita lagi, apakah kita adalah pribadi yang berjiwa besar atau malah mengkerdilkan diri.

Bahwa sebuah cita-cita adalah hal yang sudah semestinya dikejar habis-habisan meski sakitnya penderitaan di perjalanannya malah sampai membuat kita menikmati perjalanan itu sendiri.

Terima kasih kawan, aku akan menambah ilmu lagi, sebanyak mungkin, demi dokter Patologi Anatomi yang kuimpikan. Demi sel tumor & kanker yang harus dimusnahkan dengan diagnosis & tindakan yang tepat dari kolaborasi SpPA & SpB.
Minggu, 18 September 2016

Kamar, Proposal Skripsi & Band Queen

Akhir-akhir ini aku hanya mengurung diri di kamar kost. Keluar pun hanya untuk ke kampus atau mencari makanan. Bukan karena apa, aku sekarang merasa betah untuk melakukan banyak hal hanya di ruangan 3x3, meski pun cuma itu-itu saja. Main laptop, mendengar lagu, main bass, baca buku (entah itu buku medis, pengetahuan umum, motivasi, novel maupun buku agama), makan, mandi & tidur (pastinya).

Pernah aku membaca artikel CNN tentang gejala sosial di kalangan anak muda Jepang yang enggan bersosial & keluar kamar/kost/kontrakan mereka sampai minimal 6 bulan. Oleh pemerintah disana, gejala ini disebut Hikikomori & mendapat perhatian penuh untuk merangkul penderitanya keluar dari penyakit sosial tersebut.

Apa aku masuk kriteria Hikikomori? Meski secara definisi (durasi waktu minimal) aku tidak termasuk, tapi ada kemungkinan bagiku, jika aku benar-benar menyukai berdiam diri di kamar & tidak ada kesibukan perkuliahan, untuk menjadi penderita Hikikomori ini.

Ya, refleksi diri ini membuatku menarik kesimpulan : segera sembuhkan dirimu sendiri & memulai hidup bersosial sebelum penyakit jiwa ini tidak bisa disembuhkan lagi.

Keasyikanku berdiam diri di kamar didalangi kecepatan internet yang luar biasa. Cuma butuh waktu 10 menit guna mengunduh/download ebook 500 Mb. Jadi bisa dibayangkan bagaimana khusuknya aku berselancar lama-lama di dunia maya.

Youtube, Kaskus, Twitter, detik.com, kompas, kompasiana adalah situs yang setiap hari kubuka karena ada banyak berita (yang kebanyakan tidak berguna & cuma berisi sensasi hidup para artis). Ironinya, jarang sekali aku membuka blogger & menulis barang 1-2 tulisan di blog ini. Akibatnya ku rasa IQ ku tak lebih baik daripada anak kelas 1 SMP karena otak hanya terisi berita sampah.

Padahal kalau aku ada niat besar untuk menulis diimbangi dengan banyaknya variasi & jumlah buku yang kubaca (nanti, ingat! nanti), bisa saja aku membahas berbagai macam hal, baik tentang kesehatan, sosial, politik terkini, budaya, sejarah dll. Tapi kalian bisa tebak jika malas, tidak ada ide, mood jelek & kasur yang empuk ternyata ampuh mengalihkan semua gairah menulis.

Semoga masih ada waktu untuk mmemperbaiki diri.

Di tahun 3 perkuliahanku di Sekolah Kedokteran,  aku mendapatkan dua beban amanah (ah, terlalu berat bahasanya. Kita ganti "beban amanah" jadi "proyek" saja) yang harus digarap dalam kurun waktu 3 bulan kedepan. Aku tulis saja disini  supaya bebrapa bulan kedepan aku bisa membaca tulisan ini & mengukur seberapa jauh perkembangan proyek yang telah kugarap.

Pertama, ada penulisan proposal skripsi. Menurutku ini paling berat, karena selama kuliah, aku tidak pernah membuat satu pun karya ilmiah atau essay, sehingga aku harus belajar bagaimana menarik masalah (berupa pertanyaan) dari suatu topik penelitian, mencari literatur berupa jurnal & textbook, membaca & memilah milih jurnal yang tepat guna menjawab pertanyaan risetku, memilih desain penelitian, menarik hipotesis, dsb. Kebetulan aku memilih topik "Jamur di sajadah masjid/mushola Unpad", sebuah topik yang kelihatannya tidak ada hubungannya dengan kedokteran & belum pernah kudengar ada orang yang meneliti, baik dari kalangan MIPA Biologi, pertanian,  maupun teknik lingkungan.

Tentu sebuah kerja keras untuk menggarap penelitian dari Departemen Mikrobiologi & Parasitologi tersebut, mengingat dosen pembimbing belum diumumkan, belum ada pertanyaan riset mengenai jamur sajadah yang membuatku penasaran & aku belum membuat timeline berapa hari/minggu lamanya aku menulis proposal sebelum sidang Uji Proposal (UP) desember kelak.

Apalagi dosen mewajibkan kami, mahasiswa tahun 3, mengajukan judul penelitian ke lomba PKM. Alasannya sederhana, kalau proposal penelitian PKM kami diterima, kami akan diberikan sejumlah dana yang digunakan untuk menggarap penelitian tersebut.

Sebuah alasan yang oportunistik tapi realistik.

Penggarapan skripsi di semester 6 ini menyadarkanku pada sebuah kenyataan, kuliah sarjana kedokteran yang penuh dengan materi & bahan bacaan (yang seharusnya aku baca & pikirkan) ini hanya 3,5 tahun & itu adalah waktu yang sangat singkat untuk menguasai dasar-dasar ilmu kedokteran, baik anatomi, fisiologi, histologi, patofisiologi, patologi & ilmu penunjang medik.

Apa yang sudah aku pelajari 2 tahun belakangan? Kenapa sedikit sekali yang berbekas di kepala?

Ah, sudahlah. Menyesal pun tiada guna.

Selanjutnya proyek kedua, ada latihan band FK Unpad Fair (FKUF). Kami diberikan 3 lagu Queen (Under Pressure, I Want to Break Free & Dont Stop Me Now) untuk diaransemen & dibawakan sebagai band pembuka artis konser FKUF, yakni Naif & Kahitna. Tentunya ini hal yang tak kalah berat dari skripsi, karena ada banyak penonton yang nanti hadir di Sabuga Bandung & eargasme mereka adalah prioritas kami.

Setiap minggu kami berlatih 2 kali di Ruang MMS (Medical Music Symphony). Kebetulan aku memegang posisi sebagai bassist, latar nada setiap lagu. Kesalahan pada bass mempengaruhi nada dasar lagu. Tapi masalahnya, jangankan membuat kesalahan nada, kami bahkan belum ada ide mau bagaimana membawakan lagu-lagu lawas 70an tersebut. Mau genre yang bagaimana suapaya terdengar cocok di jaman sekarang. Tidak ada personel kami yang ahli arrasement yang dapat memberikan ide segar & mengarahkan personel lain bagaimana lagu akan dibawakan.

Aku berencana meluangkan waktu beberapa saat dalam sehari untuk merenung & mencari inspirasi tentang lagu-lagu tersebut. Semoga buah pemikiran musik yang original bisa keluar dari tempurung kepala bersarang laba-laba ini & enak untuk didengarkan.
Kamis, 15 September 2016

Melayu

Sudah sebulan lebih aku liburan & menghabiskan waktu yang tidak produktif di Toboali. Kerjaanku cuma main Hp (internetan, bbm, line), nonton tv, makan, tidur, meski sesekali pergi ke kebun. Kebetulan juga sekarang sedang masa panen lada, aku ikut membantu..

Membantu menghabiskan stok mie di pondok kebun.

Nah, berhubung tidak ada kegiatan & cenderung bosan, aku sering mengunjungi pemancar wifi milik Telkom Toboali, di simpang Teladan. Dinamakan Taman Digital, meski cuma pondok bergenteng & router wifi tanpa taman bunga. Bermodal laptop + cas + headset + hp yang dibawa pakai tas, aku melaju kesana. Lumayanlah bisa akses internet kencang, sampai 30 MB/s.

Sebenarnya apa bedanya internetan via wifi (laptop) & via HP (pakai paket data). Sama saja. Aku hanya mengakses situs yang itu-itu saja (situs berita detik, kompas, viva, kaskus, medsos twitter, fb), paling jika ingin nonton video Youtube, aku baru mengakses wifi. Wajar saja, Youtube tak senggan memakan paket data dalam jumlah besar. Tentunya aku sayang kuota yang tak seberapa ini. Lagian kecepatan wifi lebih memungkinkan untuk menonton video tanpa hambatan.

Salah satu penampakan Wifi Corner


Hari ini, saat blog ini ditulis, aku ke wifi id. Setelah aku duduk, tiba-tiba wild Pokemon appear! Bukan, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang, juga bawa laptop, ingin mengakses wifi disini. Kutaksir usianya 26-28 tahun, masih muda. Wajah melayu palembang mirip seperti temanku Bobby. Mungkin sifatnya tak jauh beda.

Ia menyapaku, aku pun senyum. Tak berapa lama,

"Mas, nama wifinya apa ya?", katanya sambil senyum.

What?! Aku dipanggil mas. Sudah jelas-jelas aku bertampang melayu seperti ini. Atau jangan-jangan aku memang bermuka jawa? Nanti aku cek di cermin WC-ku.

Lalu ku jawab sambil tersenyum juga, "Wifi id 2, mas."

Ternyata aku juga memanggilnya mas. 11:12-lah kami berdua.

Ia kembali mengutak-atik laptopnya. Ternyata ia kebingungan, bagaimana cara akses wifinya. Jadi ia bertanya lagi, "Mas, password wifinya apa ya?"

Nah, saatnya aku memberi kuliah pagi tentang "Introduction How to Connect Your Laptop to Wifi.id" kepada si Abang ini. Mulai dari buka browser, buka laman wifi.id, pilih paket (5000/12 jam), ketik sms NET (spasi) 5000 (spasi) kode unik di laman wifi.id, lalu kirim ke 98108. Tunggu semenit & muncullah sms balasan berupa username & password yang tinggal dimasukkan ke laman tersebut.

Waah, dia tersenyum lagi, tanda senang (yaiyalah, masa tanda sedih ditinggal mantan).

Powerpoint cara akses Wifi id


Sejam lebih kami berdua browsing di laptop masing-masing. Aku pun melakukannya sambil melihat razia kendaraan bermotor yang persis digelar di depan telkom Toboali. Kalau aku pulang saat razia, besar kemungkinan uang 100ribu melayang. Apalagi aku tidak membawa uang sereceh pun, mungkin motor Spacy punya Bunda bisa dibawa ke Polres.

Untungnya aku tidak sebodoh & sekonyol itu. Lebih baik santai disini, menunggu Wild Police back to their homebase.
Pukul 10.20, Si Abang tadi mulai beres-beres laptop mau pulang.  Saat berjalan ke motornya, ia pamit padaku mau pulang. Seolah aku adalah sesepu Wifi Corner ini.

Ketika dia sudah pergi, aku baru sadar kalau abang itu, yang berbahasa Indonesia berlogat Palembang, adalah representatif dari keseharian orang Melayu itu sendiri. Menyapa orang lain tanpa rasa ragu & malu, tak sungkan tersenyum lebar, & tampilan perlente (mengantisipasi siapa tahu muncul cewek cantik yang mengajak kenalan).

Sementara aku, yang bersuku melayu, malah tergerus budaya kota yang lo-lo-gue-gue. Malu menyapa duluan, jarang tersenyum & punya tampilan seadanya (malah cenderung memprihatinkan, untung cuek). Mungkin saatnya bagiku untuk berkaca lagi & menyadari diri bahwa aku orang melayu, bermuka melayu & sudah seharusnya untuk berakhlak melayu pula.

Sumber gambar :
1. http://www.smartbisnis.co.id/assets/imagecache/contentRead/berita-bisnis-6500-wifiid-corner-telkom-tersebar-di-seluruh-indonesia.jpg
2. http://www.wificorner.id/import/images/slideshow/slideshow17.jpg
Senin, 08 Agustus 2016

- Copyright © Faturrachman's Blog -Metrominimalist- Powered by Blogger - Kreasi oleh Faturrachman -