Sabtu, 02 Agustus 2014

Sekarang aku sedang rajin-rajinnya mengisi waktu luang ngebantu ayah bertani lada. Di daerah kami, di Bangka Belitung, lada, yang biasa disebut sahang, merupakan komoditi pertanian utama setelah karet & sawit. Meski di luar, kami terkenal dengan penambangan bijih timah, bukan berarti kami tidak bertani. Kami tahu tak mungkin kami terus bergantung pada barang tambang yang tidak dapat beranak pinak seperti timah.

Bersama Lampung, kami menjadi produsen utama lada di negeri ini. Bedanya, Lampung penghasil lada hitam & kami lada putih.

Kembali ke cerita awal, kebun lada keluarga kami terletak di daerah desa Tiram, kecamatan Tukak Sadai. Lumayan jauh dari rumahku di Toboali. Sekitar 1 jam kalau naek motor. Untung jalan kesana sudah diperlebar pemerentah. Maklum, meski boleh dibilang daerah terpencil, jalan itu milik nasional loh. Aspalnya saja sudah hotmix. Mulus seperti jalanan tol di Jawa. Jadi bisalah dibawa pake kecepatan 60-80 km/jam. Yang penting jangan terlalu ngebut. Di sepanjang kampung, anak kecil & binatang macam anjing, kucing & ayam sering menyebrang jalan. Jadi berkendara ya musti hati-hati saja, takut nabrak.

Bertani lada memang gampang-gampang sulit. Kelihatannya mudah, cuma sediakan lahan, tanam lada pakai cara setek, tancap junjung (kayu tempat batang lada merambat), dipupuk pada saat-saat tertentu, tunggu sampai berbuah, terus panen. Selesai.

Semudah itu?

Tidak. Itu baru ringkasan bertaninya saja. Ada step-step yang membedakan cara bertani lada dengan bertani tanaman yang lain. 

Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum menanam bibit lada adalah memilih lahan. Tak sembarangan tanah bisa dijadikan lahan bertani lada. Tanah yang dipakai haruslah mengandung unsur hara yang cukup, subur, serta tak gersang dan tandus. Lahan eks tambang yang berpasir & minus unsur hara bukan habitat yang cocok untuk lada tumbuh. Apalagi sinar matahari yang terik di lahan tambang takkan memperpanjang jangka hidup lada.

Jika anda membeli kebun lada yang sudah lebat & siap panen, abaikan step ini.

Panen merupakan bagian yang paling seru, gawe memetik biji sahang. Biasanya, untuk mempersingkat waktu panen, perlu 4 orang lebih yang memetik. Hanya bermodal kideng (bahasa yang lainnya suyak, wadah menaruh lada yang dibawa seperti tas selempang) & jari kuku untuk memotong tangkai sahang, kita sudah bisa memanen lada. Siap-siap kuku anda jadi hitam kena getah sahang. Hihihi...

Nah, lada yang dipetik adalah lada yang bijinya sudah berwarna merah atau kuning, meskipun yang merah baru 1 biji. Jangan petik lada yang masih berwarna hijau karena itu tanda buah masih mentah.

Setelah dipetik, sahang dimasukkan kedalam karung sampai penuh. Lalu direndam di air kolam, kali, atau sejenisnya selama 5-7 hari. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan getah sahang.

Yang menarik, saat dicemplungkan ke air, karung sahang pasti tenggelam. Tapi keesokan harinya, akan mengapung.  tenggelam lagi, mengapung lagi selama beberapa hari. Nah, pas karung mengapung ke-4 kalinya, kita harus mencuci sahang agar tidak lapuk karena terlalu lama di dalam air.

Cara mencucinya pun bukan memakai sabun colek, tapi dengan mengayak buah lada yang sudah direndam tadi ke dalam air, untuk menghilangkan daging serta kulit buahnya. Hasilnya, akan nampak biji lada basah yang berwarna kuning.

Tahap selanjutnya yakni penjemuran selama 2 hari. Jemuran sahang diawasi sesekali agar tidak dicuri orang. Dicuri orang? Yaa..di jaman susah duit seperti sekarang, lada tergolong komoditi mahal. Saat aku menulis ini, harga sekilonya saja mencapai 138 ribu. GILAAA..!! bagaimana orang tidak tergiur mencuri kalau harganya sampai segitu. Menurut hematku, harga lada putih dibandrol mahal karena sudah semakin berkurangnya kebun lada, sementara permintaan luar negeri, seperti Singapura & negara-negara Eropa tinggi.

Setelah dijemur kering, biji lada kuning akan berubah menjadi putih & siap  dikonsumsi sebagai bumbu masak. Mmm..bagiku, baunya harum. :)

Menggiurkan? Ya, boleh dikatakan bisnis lada begitu. Tapi kalau dijalani, siap-siap tulang pegel mengangkut berkarung-karung sahang & memutar otak memikirkan cara mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Tertarik bertani sahang?

Komentar Anda

Langganan Posting | Langganan Komentar

- Copyright © Faturrachman's Blog -Metrominimalist- Powered by Blogger - Kreasi oleh Faturrachman -