Archive for Januari 2017

Menjadi Om-Om di Warung Sate Solo

"Bu, pesen sate ayamnya satu ya!", kataku ke ibu penjaga warung Sate Solo di seberang Masjid Aljabbar ITB.

"Siap Om!", jawab si Ibu yang samar-samar kudengar. Ku kira aku salah dengar mengingat wajah & umurku tergolong berkorelasi, sama-sama muda. Jadi, yaa sudahlah, aku hiraukan saja panggilan om tadi.

Sambil menunggu sate dipanggang, aku memandang lalu lalang kendaraan di jalan utama Bandung-Cirebon yang kebetulan melewati Jatinangor. Selalu ramai, seolah tak pernah habis aktifitas manusia di jalanan. Ada truk-truk besar pengantar barang dengan supir yang sibuk menikmati batang rokok di balik jendela truk. Kalau lepas rokok itu dari mulutnya, bisa oleng truknya. Kenapa?

Karena rokok adalah penghilang kantuk. Nikotin yang dihirup dari asap rokok memicu saraf otak untuk tetap merangsang fungsi organ tubuh lain tetap fit.

Ada juga minibus Bandung-Cikijing, biasa disebut elf. Penumpangnya padat, kernet mobilnya menggantung di pintu, supirnya alergi berkendara lambat-lambat. Supir elf inilah raja jalanan di jalur Bandung-Cirebon, selain emak-emak matic tentunya.

10 menit kemudian, sate ayam sudah matang. Setelah sate dibubuhi kuah kacang, si Ibu langsung memberikannya padaku.

"Silahkan Om dimakan satenya.", kata si Ibu sambil tersenyum lebar 5 cm simetris kiri & kanan.

Waduh bu, memang aku punya jambang di wajah yang tak jauh beda dengan om-om diluar sana, tapi setidaknya ibu bisa toh melihat raut muka yang muda lagi tampan ini. Gak mungkinlah aku yang imut-imut gini jalan bergandengan dengan tante-tante.

Tapi kalau tante yang aku gandeng janda muda usia sekitar 20 tahun sih gak apa-apa, rela sih jadi om.

Untung satenya enak & nasinya banyak, setidaknya bisa menghapus kesedihan setelah disapa dengan panggilan yang tak sesuai realita.
Rabu, 11 Januari 2017

Imajinasi di Jemuran Kost



Tahun 2017 sudah berjalan 10 hari. Di 10 hari itu, ada UAS yang materinya susah karena dipelajari cuma dalam 1 malam. Gila, kuliah kedokteran sistem SKS mengancam kesehatan jiwa pelaku & bakal pasien yang akan ditangani kelak.

Semoga tahun ini aku bisa lebih bersemangat lagi membaca buku pelajaran, merenung, berpikir, berlogika, membangun jiwa yang bebas dari kesulitan realita hidup.

Singkat kata, semoga aku tidak malas & tidur-tiduran lagi.

Hari ini seminggu sebelum pengumpulan proposal skripsiku yang amburadul. Bagaimana tidak, kerjaanku 3 bulan ini hanya bermain bass, bermain laptop, bermain bantal,

Oke, maksudku tidur. Pokoknya banyak sekali waktu yang terbuang sia-sia dengan kegiatan remeh temeh seperti makan-tidur-boker, bengong di jemuran yang ada di lantai paling atas kostan sambil melihat Gunung Manglayang & matahari terbenam, ditemani lantunan tilawah speaker masjid dari arah barat.

Sebenarnya kegiatan yang kusebutkan terakhir itu tidak terlalu sia-sia. Momen menjelang magrib ternyata cukup ampuh merelaksasi jiwaku yang peragu ini. Duduk tenang, berbicara pada diri sendiri tentang apa yang dilihat, didengar & dirasakan saat itu.

Bermonolog dalam hati tentang awan di puncak gunung, langit jingga, kawanan burung terbang mengangkasa, sawah hijau membentang, pegunungan di area Garut-Tasikmalaya, pesawat terbang, kenangan masa kecil, meratapi hidup perkuliahan yang tiba-tiba terasa hampa, menyesali waktu yang cepat berlalu, memikirkan wanita-wanita yang tergantung kepastiannya, baik oleh hatiku, kemajuan proposal skripsiku, maupun kebisuanku.

Aku juga berkhayal tentang kebun alpukatku kelak, perpustakaan pribadi dengan koleksi 3 rak buku besar & berakses internet cepat, bass senar 6, sepoi angin di gazebo tepi tambak ikan bawalku, gagahnya sepeda ontelku di garasi rumah.

Baju koko, sarung & kopiah hitam kostum sholat berjamaah tergantung rapi di balik pintu kamar, buku-buku tulisanku berjejer di meja kerja, foto kenangan saat bertravel hampir menutupi dinding ruang keluarga, tumpukan indomie di dapur  dimasak,

Orang tua yang selalu kutemani berbicara, komputer-komputer billing di warnetku yang dipenuhi bocah, anak buahku di tempat fotokopi yang mandi keringat, senyum ramah awak supir armada PO HIT (Perusahaan Otobus Habang Itu Toboali) di Shelter menyambut,

"Pagé Pak Aji! Ganteng wah enté ketingok e ari ni. Abis dapet jatah ken hemalem?", canda Usup (45 th) padaku yang sedang memantau shelter.

Derai tawa kami meledak tak tertahan.

Balik ke rumah, istriku tertawa manja setelah mendengar leluconku. Kagumku pada senyum manisnya tak pernah hilang sejak kami pertama kali bertemu. Aroma parfumnya pun khas sekali, memenuhi rongga hidungku  & menyirami taman bunga di dadaku. Ia memegang tanganku, lalu menatapku seolah berkata,

"Aku tak ingin Kehilanganmu."

"Jangan gandeng wanita lain ya! Cukup tanganku saja yang bisa merengkuh tanganmu"

"Terima kasih atas segala hal yang kita jalani selama ini. Aku bersyukur kau masuk ke hidupku & menuntunku untuk selalu bahagia",

5 menit berlalu, lalu ia bersandar mesra di bahuku yang ringkih karena sering memikul junjung sahang.

Untung saja anak-anakku sedang asyik mewarnai spongebob dengan crayon pink & patrick dengan kuas air warna hijau sehingga aku & istriku bisa leluasa berpacaran.

Diluar rumah, ada banyak mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nawacita Toboali & UBB kampus Toboali yang terburu-buru ke tempat fotokopi karena dikejar deadline pengumpulan tugas. Di tempat fotokopi pun tak kurang ramainya, bunyi printer komputer bersahut-sahutan dengan raungan mesin fotokopi tua yang minta pensiun.

sayup-sayup suara musik jazz dari resepsi nikah tetangga di seberang kampung, disambut bunyi angsa berkembang biak di belakang rumah,

Ah, sudah cukup terbang di alam imajinasinya. Saatnya kembali menghafal materi & mengerjakan skripsi meski dirundung gejolak naluri untuk menikmati hidup.
Senin, 09 Januari 2017

- Copyright © Faturrachman's Blog -Metrominimalist- Powered by Blogger - Kreasi oleh Faturrachman -