Senin, 09 Januari 2017



Tahun 2017 sudah berjalan 10 hari. Di 10 hari itu, ada UAS yang materinya susah karena dipelajari cuma dalam 1 malam. Gila, kuliah kedokteran sistem SKS mengancam kesehatan jiwa pelaku & bakal pasien yang akan ditangani kelak.

Semoga tahun ini aku bisa lebih bersemangat lagi membaca buku pelajaran, merenung, berpikir, berlogika, membangun jiwa yang bebas dari kesulitan realita hidup.

Singkat kata, semoga aku tidak malas & tidur-tiduran lagi.

Hari ini seminggu sebelum pengumpulan proposal skripsiku yang amburadul. Bagaimana tidak, kerjaanku 3 bulan ini hanya bermain bass, bermain laptop, bermain bantal,

Oke, maksudku tidur. Pokoknya banyak sekali waktu yang terbuang sia-sia dengan kegiatan remeh temeh seperti makan-tidur-boker, bengong di jemuran yang ada di lantai paling atas kostan sambil melihat Gunung Manglayang & matahari terbenam, ditemani lantunan tilawah speaker masjid dari arah barat.

Sebenarnya kegiatan yang kusebutkan terakhir itu tidak terlalu sia-sia. Momen menjelang magrib ternyata cukup ampuh merelaksasi jiwaku yang peragu ini. Duduk tenang, berbicara pada diri sendiri tentang apa yang dilihat, didengar & dirasakan saat itu.

Bermonolog dalam hati tentang awan di puncak gunung, langit jingga, kawanan burung terbang mengangkasa, sawah hijau membentang, pegunungan di area Garut-Tasikmalaya, pesawat terbang, kenangan masa kecil, meratapi hidup perkuliahan yang tiba-tiba terasa hampa, menyesali waktu yang cepat berlalu, memikirkan wanita-wanita yang tergantung kepastiannya, baik oleh hatiku, kemajuan proposal skripsiku, maupun kebisuanku.

Aku juga berkhayal tentang kebun alpukatku kelak, perpustakaan pribadi dengan koleksi 3 rak buku besar & berakses internet cepat, bass senar 6, sepoi angin di gazebo tepi tambak ikan bawalku, gagahnya sepeda ontelku di garasi rumah.

Baju koko, sarung & kopiah hitam kostum sholat berjamaah tergantung rapi di balik pintu kamar, buku-buku tulisanku berjejer di meja kerja, foto kenangan saat bertravel hampir menutupi dinding ruang keluarga, tumpukan indomie di dapur  dimasak,

Orang tua yang selalu kutemani berbicara, komputer-komputer billing di warnetku yang dipenuhi bocah, anak buahku di tempat fotokopi yang mandi keringat, senyum ramah awak supir armada PO HIT (Perusahaan Otobus Habang Itu Toboali) di Shelter menyambut,

"Pagé Pak Aji! Ganteng wah enté ketingok e ari ni. Abis dapet jatah ken hemalem?", canda Usup (45 th) padaku yang sedang memantau shelter.

Derai tawa kami meledak tak tertahan.

Balik ke rumah, istriku tertawa manja setelah mendengar leluconku. Kagumku pada senyum manisnya tak pernah hilang sejak kami pertama kali bertemu. Aroma parfumnya pun khas sekali, memenuhi rongga hidungku  & menyirami taman bunga di dadaku. Ia memegang tanganku, lalu menatapku seolah berkata,

"Aku tak ingin Kehilanganmu."

"Jangan gandeng wanita lain ya! Cukup tanganku saja yang bisa merengkuh tanganmu"

"Terima kasih atas segala hal yang kita jalani selama ini. Aku bersyukur kau masuk ke hidupku & menuntunku untuk selalu bahagia",

5 menit berlalu, lalu ia bersandar mesra di bahuku yang ringkih karena sering memikul junjung sahang.

Untung saja anak-anakku sedang asyik mewarnai spongebob dengan crayon pink & patrick dengan kuas air warna hijau sehingga aku & istriku bisa leluasa berpacaran.

Diluar rumah, ada banyak mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nawacita Toboali & UBB kampus Toboali yang terburu-buru ke tempat fotokopi karena dikejar deadline pengumpulan tugas. Di tempat fotokopi pun tak kurang ramainya, bunyi printer komputer bersahut-sahutan dengan raungan mesin fotokopi tua yang minta pensiun.

sayup-sayup suara musik jazz dari resepsi nikah tetangga di seberang kampung, disambut bunyi angsa berkembang biak di belakang rumah,

Ah, sudah cukup terbang di alam imajinasinya. Saatnya kembali menghafal materi & mengerjakan skripsi meski dirundung gejolak naluri untuk menikmati hidup.

Komentar Anda

Langganan Posting | Langganan Komentar

- Copyright © Faturrachman's Blog -Metrominimalist- Powered by Blogger - Kreasi oleh Faturrachman -