Archive for 2019
Wisata ke Komplek Makam Raja Kotagede
Menurut beberapa sumber, Komplek Makam Para Raja ini merupakan saksi bisu sejarah kerajaan Mataram Islam abad 16, cikal bakal keraton Yogyakarta dan Surakarta masa kini. Di dalam komplek tersebut, terdapat beberapa bangunan berdesain khas campuran Jawa dan Hindu seperti makam para raja, gerbang keraton, masjid keraton, dan rumah tradisional joglo.
Saat masuk komplek, kami disambut beberapa gerbang berdinding tebal, berbahan batu bata yang memiliki corak menyerupai pura Hindu. Pintu gerbangnya terbuat dari kayu dan dipenuhi ukiran-ukiran yang detail nan artistik.
Di dalam komplek, terdapat pula masjid keraton yang masih digunakan hingga sekarang. Masjid ini tersusun oleh banyak tiang dan menyerupai pendopo. Jadi sholat dan beribadah di masjid ini menjadi lebih khusyuk dan nyaman karena angin sepoi-sepoi leluasa masuk.
Tak jauh dari masjid keraton, dapat ditemukan makam para raja. Beberapa raja Mataram Islam seperti Sultan Hadiwijaya, Ki Ageng Pemanangan, Panembahan Senopati beserta para keluarga raja diketahui dimakamkan di komplek ini. Untuk raja sepeninggalnya, dimakamkan di Komplek Makam Raja Imogiri.
Selain menambah wawasan sejarah Nusantara, berkunjung ke komplek ini dapat memberi sensasi suasana kehidupan masyarakat Jawa masa lalu. Beberapa spot pun bagus untuk dijadikan latar belakang foto, sehingga Sil berinisiatif memotret dengan kamera Canon andalannya.
Berikut beberapa dokumentasi foto yang diabadikan selama kami berwisata ke Kotagede :
Tentang Mudik, Hidup Medioker dan Waktu
Aku pun sudah meminta izin kepada orangtua untuk tidak pulang tahun ini, dengan alasan akademis. Apalagi masa studiku tinggal 1 tahun lagi. Jadi setelah wisuda tahun depan (2020), aku bisa tinggal di rumah dalam waktu lama sambil bekerja. Tapi entah kenapa, sekarang perasaan campur aduk antara sedih, kecewa, kesal & bosan begitu kuat. Untuk mengalihkan pikiran, aku pun menghabiskan waktu membaca artikel di internet, mendengar lagu acak di Youtube, membaca buku, tidur, jalan-jalan keliling Bandung & sesekali jaga IGD saat kebagian jadwal jaga.
Hidup terasa begitu datar, sementara emosi naik turun mirip layangan putus. Sepertinya aku kehilangan suatu pegangan hidup yang bisa mendorongku untuk bergairah mengejar mimpi & bersemangat dalam beraktivitas. Seingatku, sampai saat ini aku tidak punya pegangan hidup seperti itu. Jika aku menginginkan pencapaian hidup tertentu, hal yang kulakukan hanya berusaha mencapai hal tersebut. Soal teknis & cara mencapainya, kubiarkan mengalir saja menurut insting yang kupercaya.
Tapi anehnya, semenjak kuliah di tahun 2014, tidak ada prestasi yang kucapai. Entah apa sebabnya. Apakah karena aku terlalu malas belajar, tidak punya motivasi unuk berprestasi, apatis memantau perlombaan/kegiatan atau memang pikiranku yang mudah terdistraksi hal-hal remeh seperti godaan menghabiskan waktu di medsos & goleran lama di kasur.
Menjadi orang biasa, atau yang bisa kita sebut medioker, seperti ini terasa menyiksa. Lalu bagaimana menghilangkan ketersiksaan itu? berhenti membandingkan hidup dengan orang lain, lebih mensyukuri hidup, mengevaluasi diri atau menyerah saja & kembali ke kampung untuk menjadi semakin medioker?
Pada tahun 2006, seorang musisi Amerika Serikat bernama John Mayer pernah menulis lagu "Stop This Train" yang bercerita tentang penolakan John untuk menjadi dewasa, sementara perputaran waktu tidak bisa ia tolak. Terjemahan liriknya kira-kira seperti ini :
Tidak, Aku tidak buta warna
Aku tahu dunia ini hitam dan putih
Mencoba untuk tetap berpikiran terbuka
tapi aku tidak bisa tidur malam ini
Hentikan kereta ini
Aku ingin turun dan kembali ke rumah lagi
Aku tidak bisa menerima kecepatan geraknya
Aku tahu aku tidak akan bisa
Tapi, jujur, tidak adakah seseorang (yang akan) menghentikan kereta ini?
Entah bagaimana lagi (untuk) mengatakannya,
(Aku) tak ingin melihat orang tuaku wafat
Satu generasi pergi
Dari perjuangan hidup demi diriku
Resah memang memikirkan waktu yang bergerak cepat. Menjadikan kita orang dewasa dengan segala tanggungjawab & ketidaknyamanan, sementara pengetahuan maupun pemikiran kita dalam menyelesaikan masalah hidup hanya begini-begini saja. Belum lagi kita tak pernah siap menghadapi kematian yang bisa datang kapan saja.
Tapi siapa yang bisa menghentikan waktu, yang oleh Mayer diumpamakan sebagai kereta? Apakah kita yang berada di gerbong harus bergegas ke lokomotif & meminta masinis untuk menarik tuas rem saat kereta melaju cepat? Sementara jangankan untuk meminta berhenti, pertanyaan mendasar seperti dimana posisi lokomotif & siapa masinisnya saja kita tidak ada ide sama sekali. Seandainya kereta dapat berhenti, apakah kita akan kembali menjadi anak-anak yang suci, optimis & bahagia? Ataukah menjadi hidup abadi tanpa mengkhawatirkan maut?
Sudahlah, kuhanya bisa berharap semoga dadaku masih cukup lapang untuk menerima kenyataan sambil menciptakan setitik-setitik kebahagiaan dari dalamnya.
Untuk Apa Hidup?
Kekhawatiran selalu ada, terutama tentang masa depan diri. Kerja apa? Bagaimana mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya? Apa bisa bahagia?
Pikiran-pikiran itu hanya menghabiskan waktu di masa sekarang. Kenikmatan hidup di masa kini luput tuk dirasakan. Berlalu begitu saja seiring putaran jarum jam.
Keresahan menciptakan kebosanan. Pertanyaan "Untuk apa hidup?" lalu lalang di tempurung kepala, tapi jawabannya nihil. Sulit dijawab.
Seorang filsuf dari Slovenia, Slavoj Zizek pernah berkata yang isinya kira-kira begini, "Kebosanan memicu kreativitas. Jika kau mencari kebahagiaan dalam diri, yang kau temukan hanyalah onggokan kotoran."
Sementara, ribuan tahun sebelum Masehi, seorang kaisar Romawi bernama Marcus Aurelius menulis di jurnal pribadinya. Ia menasehati diri, bahwa kebahagiaan bukan berasal dari luar diri, tapi berasal dari persepsi dalam pikiran.
Aku terombang-ambing di antara kebosanan hidup & usaha mencari kebahagiaan sejati. Terjebak di antara konsep nihilisme & optimisme. Tapi akhirnya, hanya satu pertanyaan yang familiar bagiku : "Hari ini enaknya makan apa ya?".
Urusan lidah & perut rupanya cukup efektif guna menyenangkan hati, meski sesaat.
Resolusi 2019
Seperti tahun-tahun yang lalu, awal januari adalah saat yang tepat untuk merenungi perjalanan hidup atau menertawakan segala kebodohan, penyesalan dan kesedihan. Setelah puas tertawa, beranjak bangkit dari tempat tidur dan merancang rencana hidup ke depan. Setidaknya memasang beberapa target untuk 48 minggu di tahun 2019. Doakan saja semoga sebagian besar bisa tercapai.
1. Membaca Habis Semua Buku di Kamar Kost
Aku belum pernah menghitung jumlah bukuku satu persatu. Perkiraanku jumlahnya sekitar 200-an. Temanya pun beraneka ragam. Sejarah, sastra, kedokteran, filsafat & agama. Kalau ku menahan diri dari membeli buku baru & fokus menyicil baca buku-buku yang ada, ada harapan uang yang kukeluarkan untuk investasi buku tidak sia-sia, IQ-ku sedikit naik, punya modal buat nulis tema-tema serius atau setidaknya tidak memalukan diri saat berkomentar.
2. Menyusun dan Membuat Daftar Koleksi Ebook
Ku akui ini pekerjaan rumit yang tidak bisa dikerjakan dalam sehari, mengingat aku sudah menunduh ribuan ebook yang berceceran di berbagai folder di laptop, harddisk eksternal & Google Drive. Tapi harapanku sederhana saja : kalau semua ebook itu sudah dikumpulkan, ditata rapi & dibuatkan daftarnya, gairah membaca ebookku jadi lebih baik.
Buku fisik belum habis dibaca, sementara ebook masih mengantri. Sabar ya, bebeb-bebebku semuanya ~
3. Lebih Rutin Belajar
Materi kuliah yang banyak & menuntut berpikir logis-sistematis tidak bisa dijejal ke otak dalam 1 malam. Harus dicicil. Satu-satunya cara mencicil adalah dengan belajar rutin, entah dengan baca materi kuliah 10-15 mmenit tiap jam atau dengan membaca kontinus selama 2-3 jam.
Yang penting belajar, demi kualitas lulusan & pelayanan profesi yang lebih baik kelak. (Semogaaa)
4. Mengurangi Tidur
Kalau bisa, cukup 5 jam sehari. Mengingat selama ini aku tidur seperti bayi baru lahir, bisa sampai 10-12 jam. Setengah hari hanya untuk tidur. Setengah hari sisanya malah dihabiskan untuk melakukan hal yang tidak produktif (baca : browsing ngalor-ngidul).
5. Sering-sering Eksplorasi Gitar dan Rekaman di IG
Ku sering mendengar lagu-lagu dengan komposisi nada yang menarik atau teknik permainan musisi, baik gitaris maupun pianis, yang mengagumkan. Musisi-musisi berskill mumpuni itulah yang bikinku iri. Mungkin untuk menghilangkan iri, bagusnya ku sering-sering ngulik gitar, membuat lirik dan irama jadi lagu, atau sekedar cover lagu.
Kalau rekaman jelek, tinggal dihapus.
6. Rutin Nulis Blog
Sayang beli domain mahal-mahal kalo blog jarang ditulis. Daripada mubazir, mending tulis saja, meski isinya kurang berfaedah.
Eh, mungkin nulis review buku di blog lebih bermanfaat.
Cukup segitu saja. Yang penting target sudah dipasang, tinggal dijalankan saja.





