- Back to Home »
- Pak Udak dan Mang Aro
Minggu, 25 Maret 2018
Zaman dulu di Toboali, sebuah kota kecil di selatan Pulau Bangka, pernah hidup 2 orang yang saling berteman. Mereka bernama Pak Udak & Mang Aro. Entah apa nama asli yang tertulis di akta lahir mereka, yang pasti penduduk Toboali mengenal mereka dengan nama Udak & Aro.
Pak Udak dikenal sebagai seorang petani lada yang kerjanya hanya nongkrong di warung kopi, berkelakar tentang politisi yang tidak becus bekerja, tentang lada di kebunnya yang tak kunjung panen karena memang jarang diurus & membual tentang banyak hal. Salah satu bualannya yang terkenal bercerita ia pernah melihat alien keluar dari piring terbang yang besarnya seperti Masjid Jamik, singgah di gubuk kebunnya cuma sekedar untuk minta seikat petai, bersalaman tangan dengannya, lalu terbang lagi entah kemana. Banyak orang yang tertawa mendengar kisah itu, tapi ia berkali-kali bersumpah demi meyakinkan pengunjung warung kopi yang semuanya warga Toboali itu kalau cerita itu nyata.
Naasnya, ada beberapa manusia lemah akal yang hadir saat itu & menelan bulat-bulat bualan Pak Udak. Dari mulut merekalah kisah tersebut menyebar ke tetangga yang juga tak kalah parah lemah akalnya. Akibatnya dalam waktu 2 hari, Pak Udak menjadi seleb lokal dadakan & dicari banyak warga yang penasaran dengan kisah fenomenalnya itu. Dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa sampai golongan sepuh.
Dasar otak oportunis, Pak Udak menaruh tarif Rp.100 sebagai syarat agar ia bisa mulai menceritakan kedatangan alien. Karena nominal tersebut cukup mahal di masa itu, maka para warga terpaksa berpatungan Rp.5/orang agar Pak Udak mau bercerita. Padahal uang Rp.5 di zaman itu bisa dipakai membeli 2 balok pempek.
Setelah Rp.100 terkumpul & warga sudah duduk khusyuk di halaman rumah ibunya, Pak Udak mulai bercerita. Kali ini bualannya lebih fantastik. Katanya ia sempat berkenalan dengan si alien yang ternyata bernama Mat To'ing. Mat To'ing datang dari planet Antah Berantah untuk menyebarkan dakwah Islam di Toboali.
Semua orang berdecak kagum sambil melafadzkan Asma Allah lalu lanjut mendengarkan penjelasan dari lidah Pak Udak.
Tak hanya berkenalan. Pak Udak pun sempat masuk ke dalam piring terbang & melihat kecanggihan teknologi di dalamnya. Ada banyak tombol-tombol rumit di ruang kendali yang tak Pak Udak pahami. Tapi karena penasaran, ia nekad menekan salah satu tombol secara acak tanpa seizin si Alien.
Tiba-tiba terdengar riuh mesin piring terbang & semua tombol di situ berkedip-kedip. Asap keluar dari celah-celah di bawah ruangan & parahnya pintu piring terbang hampir menutup!
Semua hadirin tampak tegang.
Pak Udak melanjutkan cerita. Saat pintu hampir menutup & hanya menyisakan celah 50 cm, Pak Udak refleks melompat keluar. Untung ia bisa menyelamat diri & tidak sampai terbawa terbang bersama piring raksasa itu.
Rojak, seorang laki-laki penambang timah yang punya anak 8 orang, lantas bertanya,
"Duk?! Alien e la masuk lum pas piring e terbeng? Ape ketinggel die di pundok ka?"
"Lum masuk, tapi die langsung terbeng ngejer piring tu. Macem ken burung gereja besayap lengen die terbeng.", jawab Pak Udak.
Makin kagumlah para hadirin setelah mendengar jawaban Pak Udak.
Semenjak bualan tambahan itu menyebar, anak-anak SD di Toboali banyak yang bercita-cita melihat alien langsung & mengambil alih kemudi piring terbang.
------
Selain dikenal dengan bualannya, Pak Udak juga dikenal bujang lapuk. Usianya sudah mencapai kepala lima, tapi belum punya istri bahkan pacar sekalipun. Isu yang merebak di kalangan ibu-ibu & penjual sayur gerobak yang kupingnya terlatih mendengar gosip, bahwa Pak Udak membujang karena berusaha mencari wanita yang mirip Ani di Film Rhoma Irama yang ia tonton di bioskop silam. Ada juga isu yang mengatakan kalau Pak Udak menjalani tarekat ilmu kebatinan yang pantang menikah, isu "barang" Pak Udak tidak bisa berdiri & belum disunat, sampai isu tak ada wanita yang mau dengan Pak Udak yang bau ketiaknya menusuk hidung & bikin lalat mengerumuni.
Yang pasti semua warga sepakat Pak Udak bujangan sejati yang kemana-mana hanya ditemani sahabat karibnya, Mang Aro.
Mang Aro ini tipikal laki-laki yang tidak banyak tingkah. Jika azan berkumandang, ia bergegas mengambil kopiah resam, mengayuh sepeda ontel kesayangannya & pergi ke masjid. Jika sandalnya hilang saat sholat jumat, ia tak ragu pulang berjalan telanjang kaki. Jika toko kelontongnya sepi pembeli, ia meramaikan suasana dengan memutar sealbum lagu Mansyur S dari tape kaset gulung kesayangannya. Jika istrinya mengamuk tanpa sebab, ia hanya diam saja, memasrahkan diri diomeli istrinya yang punya berat 90 kilo & jari-jari tangan yang lebih mirip jempol.
Saat pemerintah menggalakkan program KB yang berslogan "dua anak cukup!", Mang Aro pun menuruti dengan hanya punya masing-masing 1 anak laki & bini. Akibatnya ia sering dimarahi orang tua & mertua yang memegang teguh slogan "Banyak anak, banyak rejeki.".
Karena seringkali dimarahi, Mang Aro menghibur diri dengan cara berkelakar & ikut Pak Udak, temannya sejak kecil, kemanapun ia pergi. Yang Mang Aro tahu, hanya Pak Udak yang tak pernah memarahinya.
(Selanjutnya : Asal Usul Pertemanan Pak Udak & Mang Aro)